Seni Dalam Islam
Seni rupa mulai berkembang pesat di dunia Islam mulai abad ke-7 M. Sejak itulah, agama yang diajarkan Rasulullah SAW itu menyebar luas tak hanya di Semenanjung Arab, melainkan juga hingga mencapai Bizantium, Persia, Afrika, Asia, bahkan Eropa. Perkembangan seni lukis di dunia Islam terbilang sangat unik karena diwarnai dengan pro dan kontra. Misalnya saja sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya di Hari Kiamat adalah pelukis.” Pelukis dan pematung dianggap “menandingi” Allah, dengan “menciptakan” makhluk bernyawa. Ditulis juga dalam hadis itu, mereka akan dipaksa “menghidupkan makhluk itu”; jika tidak bisa, mereka akan disiksa. Dalam riwayat Muslim yang lain, “malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada gambar dan patung.” Demikianlah sederet dalil yang biasa digunakan untuk mengharamkan gambar dan patung.
penulis Sejarah Kesenian Islam C Israr (Jakarta, 1978) menyebutkan terjadinya kontroversi dalam soal seni rupa juga disebabkan oleh tiadanya batasan yang tegas tentang boleh tidaknya kesenian itu. Ia berpendapat bahwa boleh tidaknya melukis dan mematung perlu dilihat dari semangat larangan tersebut. Menurutnya, larangan melukiskan bentuk makhluk bernyawa, pada awal lahirnya agama Islam, memang perlu jika dipandang dari segi tauhid. Sebab, ketika Nabi masih hidup, di Mekah masih bertaburan puing-puing bekas reruntuhan arca sesembahan nenek moyang bangsa Arab. Jika semua berhala itu tidak dihancurkan, jika seni patung itu dibiarkan berkembang, akan tumbuh tunas baru dari kepercayaan lama yang akan menggoyahkan sendi-sendi tauhid mereka yang baru memeluk Islam.
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak. Meski begitu, kalangan ulama berbeda pendapat soal boleh atau tidaknya melukis.
Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH) disebutkan, ulama yang mengharamkan lukisan atau gambar, antara lain Asy-Syaukani, Al-Lubudi, Al-Khatibi, serta Badan Fatwa Universitas Al-Azhar. Para ulama itu berpegang pada hadis di atas.
Sementara itu, ulama terkemuka seperti Al-Aini, At-Tabrari, dan Muhammad Abduh justru menghalalkan lukisan dan gambar. Syeikh Muhammad Abduh berkata, "Pembuatan gambar telah banyak dilakukan dan sejauh ini tak dapat dimungkiri manfaatnya. Berbagai bentuk pemujaan atau penyembahan patung atau gambar telah hilang dari pikiran manusia”. Ia berpendapat bahwa hukum Islam tak akan melarang suatu hal yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. "Apalagi bila sudah dapat dipastikan bahwa hal itu tidak berbahaya bagi agama, iman, dan amal," cetus Abduh. Dari zaman ke zaman perbedaan pendapat ini terus bergulir.
Di tengah pro dan kontra itu seni lukis berkembang di dunia Islam. Meski begitu, para arkeolog dan sejarawan tak menemukan adanya bukti adanya sisa peninggalan lukisan Islam asli di atas kanvas serta panel kayu. Hasil penggalian yang dilakukan arkeolog justru menemukan adanya lukisan dinding, lukisan kecil di atas kertas yang berfungsi sebagai gambar ilustrasi pada buku.Salah satu bukti bahwa umat Islam mulai terbiasa dengan gambar makhluk hidup paling tidak terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah (661 M -750 M) di Damaskus, Suriah. Hal itu dapat disaksikan dalam lukisan yang terdapat pada Istana keci Qusair Amrah yang dibangun pada 724 M hingga 748 M. Makhluk hidup juga menjadi objek lukisan di istana Dinasti Abbasiyah di era pemerintahan Al-Muqtadir (908 M-932 M). Dalam dinding istana itu, tergambar lima belas penunggang kuda. Lukisan ini dipengaruhi gaya Mesopotamia. Lukisan manusia juga terdapat dalam dinding istana Sultan Mahmud Gazna (wafat 1030 M). Lukisan manusia dan makhluk hidup juga mulai berkembang pesat di era Dinasti Fatimiyah dan Seljuk antara abad ke-12 dan 13 M. Seabad kemudian, seni lukis miniatur berkembang pesat di era kekuasaan Dinasti Il-Khans, dinasti keturunan Hulagu Khan yang sudah masuk Islam.
Adanya pendapat melarang menggambar mahluk hidup tidak membuat seniman Muslim kehilangan kreativitas. Adanya larangan ini mendorong sejumlah seniman Muslim mencari solusi-solusi agar tetap dapat berkarya, namun tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Munculah berbagai ide kreatif dalam menciptakan karya seni rupa yang justru memperkaya corak dan estetika senirupa di dunia Muslim.
Jadi menurut saya menggambar makhluk bernyawa boleh saja. Penciptaan gambar makhluk bernyawa disesuaikan dengan nilai-nilai Islam, sehingga penciptaan gambar dalam kebudayaan Islam kaya dengan berbagai corak dan nilai-nilai estetika. Yang tentunya tidak bertentangan dengan nilai aqidah dan akhlak islam sehingga dapat memberikan banyak manfaat. Adapun pelarangan tersebut pada zaman Rasullulah terjadi kerena dikhwatirkan akan merusak aqidah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar