SEPATU
Malam yang begitu gelap gulita, kilat yang menyambar, angin yang menggoyangkan rumah menambah kacau suasana hati Asma, yang sejak tadi siang memanag sudah semerawut. Asma berusaha menenangkan diri dan memejamkan mata, namun tetap saja ada yang mengganggu pikirannya. “Duh….ga bisa tidur nih, mana besok harus bangun pagi lagi.” Gumam Asma. Sma melihat ke jam dinding, “Sudah jam 2, daripada gila sendiri mikirin ini terus, mending sholat dan ngaji”. Pikirnya. Asma pun bangkit mengambil air wudhu untuk sholat dan berdo’a agar dimudahkan segala urusan.
Tidak terasa gema azan subuh berkumandang, mengalun tinggi.
“Ah, waktunya habis….”
Hari ini adalah hari yang mendebarkan baginya, namun iya merasa lebih tenang dari sebelumnya. Hari yang menentukan hidup dan matinya. Mungkin orang akan menganggap berlihan , tapi bagi Asma ini adalah hari terpenting dalam hidupnya bahkan juga orang tuanya. Hari ini Asma akan mengikuti ujian masuk mahasiswa baru di IAIN antasari Banjarmasin, setelah beberapa hari sebelumnya mendaftarkan diri di kampus tersebut. Asma adalah anak tunggal dari keluarga petani miskin. Kedua orangtuanya baru melahirkan asma ketika usia pernikahan mereka 15 tahun .
Ini merupakan suatu kebanggan bagi orang tuanya bisa menyekolahkan sampai lulus bahkan mau keperguruan tinggi. Bisa dibilang Asma adalah satu-satunya wakil dari kampungnya yang bisa lulus sekolah.
“Bismillahirrahmanirrahim, hari ini harus bisa jawab soal.” Tekad Asma. Asma berpamitan kepada orang tuanya.
“Bu..Pa, doakan Asma moga berhasil.” Pnta Asma sambil menyelami kedua orang tuanya.
“Hati-hati nak, do’a kami selalu menyertaimu.”
“ Kalau tidak berhasil , Bapak sama Ibu jangan sedih ya..” kata Asma lagi.
“Huss..jangan berkata jelek dulu ! Bapak yakin kamu lulus, kamu kan anak pintar.” Kata ayahnya
“Iya….bener kata Bapak mu..” ibunya menambahkan.
“injeh pa.. bu..” jawab Asma.
“Asma berangkat dulu, Assalamualaikum .” Asma mengucap salam sambil berjalan dan melambaikan tangan.
“walaikumsalam...” jawab kedua orang tuanya tersenyum dan membalas lambaian.
Asma akhirnya tiba dikampus setelah bejalan kaki Selma 15 menit dari rumah dan naik angkutan umum selama 20 menit. Ia bertemu temann sekolahya dulu yang berasal dari sampit.
“Sri !!!” kejut Asma.
“Heii As..as..kartu As..eh kok kartu..eh ASMA..!!” kata Sri terkejut. Disekolah Sri memang dikenal dengan kelatahannya.
“apa kabar? Lama ga ketemu.”
“Alhamdulillah baik, kamu? Kok mukanya pucat gitu?” Tanya Sri nampak bingung.
“Baik juga, Cuma aku nervous nih….jadi pengen pulang”
“Pulang? Sri mengerutkan keningnya. “kamu ini, aneh-aneh aja , sudah disini malah pengen pulang? Tengang aja..aku yakin kamu bakalan lulus kok.” Kata Sri dengan gaya meyakinkan dan mengangkat kedua ibu jari.
“kamu kan ratunya otak encer.” Puji sri
Asma tersenyum malu. “ Kamu bisa aja.” Sambil mencubit Sri. Sri meringis kesakitan.
Bel berbunyi menandakan ujian akan dimulai. Asma dan Sri menuju ketempat ujian masing-masing yang ternyata bersebelahan. Sebelum masuk Asma sempat berkata, “Terima kasih Sri, kamu mau menjadi temanku.” Sri memandang Asma sesaat dan berkata, “Nanti kita pulang bareng ya…!!”
Ujian selesai, semua orang berhamburan keluar ruangan. Dengan perasaan lega Asma dan Sri melangkahkan kaki dengan ringan bercampur rasa penuh gembira menuju gerbang kerena telah melewati ujian. Sambil menunggu angkutan umum,mera berbincang-bincang mengenai kejadian lucu saat ujian dan berbagai hal yang akan dilakukan ketika kuliah.
Ciiiiiiittt…..Braaghh…!!!!!orang-orang berlarian
Sri cuma berdiri terbujur kaku, leher yang terasa tercekak, dengan pandangan seolah menatap malaikat maut secara langsung menghampiri untuk mengambil nyawanya. Namun bukan..bukan dirinya.. Teman sebelahnya kini hanya sebuah sepatu. Sepatu yang diperoleh dengan cucuran keringat kerja keras. Sepatu yang berisikan impian-impian masa depan dan kebanggaan semua orang, tergeletak tak berdaya. Kemanakah pemiliknya??
Manusia hanya bisa berusaha dan bertawaqal. Namun Tuhanlah yang menetukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar